Langsung ke konten utama

KH. Abdur Razaq dan Keris yang Meleleh

Suatu Ketika bapak Mi'an orang besuki itu berangkat menggunakan sepeda Ontelnya unuk mengais rejeki di pasar buduan Pasalnya dia bekerja disana.sementara jarak antara Besuki dan buduan sekitar Lima Kilo Meter.

Pagi itu Bapak Mi'an sudah kesiangan untuk sampai ke pasar Buduan. Dengan keburu-buru Bapak Mi'an mengayuh sepedanya dengan cepat.

Namun dalam perjalanan, Bapak Mi'an melihat di depannya Kiai Abdur Razaq naik sepada Ontel juga, mengayuh pelan-pelan dengan santainya."Gimana ini? Jika tidak saya dahului Kiai Abdur Razaq, saya akan kesiangan sampai di pasar Buduan" pikirnya dalam hati.

Di gayuhnya sepeda tersebut dengan cepat untuk mendahului Kiai Abdur Razaq. Namun apa yang terjadi? Keringat bercucuran membasahi badan, walau mengayuh dengan cepat tapi Bapak Mi'an tidak dapat mendahului Kiai Abdur Razaq yang hanya mengayuh sepada dengan pelan-pelan yang hanya berjarak tujuh meter di depannya.

Beda halnya bapak Mi'an, Bapak Salim juga memiliki pengalaman yang diluar nalar alias tidak masuka akal bersama KH. Abdur Razaq Sholeh. Ia mempunyai sebilah Keris yang di keramatkan, selain karena harganya yang sangat mahal, jugakarena mempunyai kelebihan (katanya)

Pada suatu hari Bapak Salim sowan kepada Kiai Abdur Razaq dan membawa sebilah Keris tersebut untuk memberitahukan kedikjayaan maupun ingin bertanya tentang Keris tersebut.

"Kiai saya mempunyai sebilah Keris Sakti dan Kramat, mohon petunjuk Kiai". Ujar Bapak Salim di hadapan Kiai Abdur Razaq.

"Mana kerisnya". Kata Kiai Abdur Razaq
"Ini Kiai". Kata Bapak Salim sambil menyodorkan Keris tersebut.

Lalu di pegangnya Keris tersebut oleh Kiai Abdur Razaq dan.tiba-tiba Keris tersebut Bengkok seperti yang mau meleleh. Dengan bengong keheran-heranan Bapak Salim diam membisu!

"Inikah yang kau katakan Keramat?" Dawuh Kiai Abdur Razaq Sholeh kepadanya.

PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM
RAWAN - BESUKI KAB. SITUBONDO

#kabarwali
#pewarisnabi
#santrisitubondo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Warung Bu Mus

Kemakmuran perutmu menentukan seberapa makmur kehidupanmu seluruhnya. Begitu kiranya yang aku rasakan di warung nasi pecel pagi ini. Warung yang tanpa nama itu berada tak jauh dari tempatku. Warung Bu Mus, begitulah orang-orang menyebut warung dengan bangunan sangat sederhana yang terbuat dari serap-serap kayu itu. Penamaan nya diambil dari nama penjualnya yang tak lain dan tidak bukan adalah pemilik warung tersebut. Warung yang sejak lama menjual nasi pecel itu, tak pernah sepi oleh pengunjung setiap pagi. Kenapa mesti pagi ? karena sorenya warung itu sudah tutup. Itulah nikmatnya punya usaha sendiri, kapanpun kita mau buka dan menutupnya tak jadi masalah. Tak seperti pegawai kantoran atau yang lebih ekstrim sebagai ASN yang baru-baru ini ( tahun 2018 merupakan kurun waktu yang relatif singkat untuk seorang jomblo dengan pencariannya ) penulis sempat melamar menjadi bagian di dalamnya namun belum dipercaya untuk itu alias GAGAL :-D Sambil menikmati nasi pecelnya, aku

Ketika Gus BAHA' Kalah Debat Dengan SANTRI

KH Bahauddin Nursalim (akrab disapa Gus Baha’) dikenal luas sebagai kiai muda yang menguasai banyak bidang keilmuan, mulai tafsir, fiqh, ushul fiqh, tasawuf, dan lainnya. Hampir cabang ilmu keislaman salaf melekat dalam pribadi Gus Baha’. Dalam berbagai kesempatan, Gus Baha’ juga menegaskan dirinya seorang ‘alim yang mempunyai tanggungjawab besar untuk menyampaikan ilmunya kepada publik. Pujian atas kealiman Gus Baha’ bukan saja disematkan oleh sang guru besarnya, KH Maimoen Zubair Sarang Rembang, tapi juga para ulama’ pesantren dan para ilmuan di berbagai kampus di Indonesia. Seorang tafsir kenamaan Indonesia, Prof Quraish Shihab juga menasbihkan Gus Baha’ seoarang kiai yang bukan saja paham tafsir, tapi juga detail-detail fiqh sekaligus. Dalam berbagai forum bahtsul masail, Gus Baha’ saat masih menjadi santri Sarang dikenal sebagai sosok anak muda alim yang argumen-argumennya sulit dipatahkan. Selain hafal atas teks yang digunakan dalil, Gus Baha’ juga bisa menguraikan dengan nal