Langsung ke konten utama

Warung Bu Mus



Kemakmuran perutmu menentukan seberapa makmur kehidupanmu seluruhnya. Begitu kiranya yang aku rasakan di warung nasi pecel pagi ini.

Warung yang tanpa nama itu berada tak jauh dari tempatku. Warung Bu Mus, begitulah orang-orang menyebut warung dengan bangunan sangat sederhana yang terbuat dari serap-serap kayu itu. Penamaan nya diambil dari nama penjualnya yang tak lain dan tidak bukan adalah pemilik warung tersebut.

Warung yang sejak lama menjual nasi pecel itu, tak pernah sepi oleh pengunjung setiap pagi. Kenapa mesti pagi ? karena sorenya warung itu sudah tutup. Itulah nikmatnya punya usaha sendiri, kapanpun kita mau buka dan menutupnya tak jadi masalah. Tak seperti pegawai kantoran atau yang lebih ekstrim sebagai ASN yang baru-baru ini (tahun 2018 merupakan kurun waktu yang relatif singkat untuk seorang jomblo dengan pencariannya) penulis sempat melamar menjadi bagian di dalamnya namun belum dipercaya untuk itu alias GAGAL :-D

Sambil menikmati nasi pecelnya, aku teringat sepucuk kata begini “Lebih baik jadi kepala cicak daripada ekor buaya”. Begitu kira-kira celoteh seorang interpreneur ulung si Embah Bambang Mustari Sadino atau yang lebih dikenal dengan Bob Sadino. Sekarang lu pikir-pikir sendiri saja dah bukan pikir keri loh ya, mau jadi ekor apa mau jadi kepala.? Karena jika diliat-liat dengan penglihatan, yang kerja kantoran pun tak mampu juga membeli kantornya sendiri. Yang ada mereka berpakaian serba rapi, termasuk berkalung dari kain yang mirip dengan dasi sejak para bebek latihan berbaris di lorong-lorong keluar dari kandangnya hingga matahari mulai bosen melihatnya (red: pagi buta sampai malam hampir buta)  atau  kalian istilahkan sendiri bagaimana enaknya.

Dan enaknya punya usaha sendiri itu disitu, kita adalah bos nya meskipun tak mampu membayar seekor karyawanpun. Dan itu dapat kita liat pada diri bu Mus - pemilik warung Bu Mus. Untuk itu mari berusaha menjadi pengusaha, jangan mengusahakan usaha pengusaha. Gapapa meski usaha kita sama dengan usaha milik orang lain, toh rejeki sudah ada yang ngatur. Usaha boleh sama, namun hasil belum tentu sama. Banyak sama-sama nya kayaknya nih tulisan.

Itu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KH. Abdur Razaq dan Keris yang Meleleh

Suatu Ketika bapak Mi'an orang besuki itu berangkat menggunakan sepeda Ontelnya unuk mengais rejeki di pasar buduan Pasalnya dia bekerja disana.sementara jarak antara Besuki dan buduan sekitar Lima Kilo Meter.   Hubungi Masyarakat Langit Pagi itu Bapak Mi'an sudah kesiangan untuk sampai ke pasar Buduan. Dengan keburu-buru Bapak Mi'an mengayuh sepedanya dengan cepat. Namun dalam perjalanan, Bapak Mi'an melihat di depannya Kiai Abdur Razaq naik sepada Ontel juga, mengayuh pelan-pelan dengan santainya."Gimana ini? Jika tidak saya dahului Kiai Abdur Razaq, saya akan kesiangan sampai di pasar Buduan" pikirnya dalam hati. Di gayuhnya sepeda tersebut dengan cepat untuk mendahului Kiai Abdur Razaq. Namun apa yang terjadi? Keringat bercucuran membasahi badan, walau mengayuh dengan cepat tapi Bapak Mi'an tidak dapat mendahului Kiai Abdur Razaq yang hanya mengayuh sepada dengan pelan-pelan yang hanya berjarak tujuh meter di depannya. Beda halnya bap

Ketika Gus BAHA' Kalah Debat Dengan SANTRI

KH Bahauddin Nursalim (akrab disapa Gus Baha’) dikenal luas sebagai kiai muda yang menguasai banyak bidang keilmuan, mulai tafsir, fiqh, ushul fiqh, tasawuf, dan lainnya. Hampir cabang ilmu keislaman salaf melekat dalam pribadi Gus Baha’. Dalam berbagai kesempatan, Gus Baha’ juga menegaskan dirinya seorang ‘alim yang mempunyai tanggungjawab besar untuk menyampaikan ilmunya kepada publik. Pujian atas kealiman Gus Baha’ bukan saja disematkan oleh sang guru besarnya, KH Maimoen Zubair Sarang Rembang, tapi juga para ulama’ pesantren dan para ilmuan di berbagai kampus di Indonesia. Seorang tafsir kenamaan Indonesia, Prof Quraish Shihab juga menasbihkan Gus Baha’ seoarang kiai yang bukan saja paham tafsir, tapi juga detail-detail fiqh sekaligus. Dalam berbagai forum bahtsul masail, Gus Baha’ saat masih menjadi santri Sarang dikenal sebagai sosok anak muda alim yang argumen-argumennya sulit dipatahkan. Selain hafal atas teks yang digunakan dalil, Gus Baha’ juga bisa menguraikan dengan nal